Ini beberapa tips khutbah 15 menit, tetapi insya Allah berkesan. Langkah-langkahnya coba pelajari dalam poin-poin berikut ini.
Khutbah Jumat itu Singkat
Dari Jabir bin Samurah As-Suwaiy radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata,
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- لاَ يُطِيلُ الْمَوْعِظَةَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ إِنَّمَا هُنَّ كَلِمَاتٌ يَسِيرَاتٌ
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa memberi nasihat ketika hari Jumat tidak begitu panjang. Kalimat yang beliau sampaikan adalah kalimat yang singkat.” (HR. Abu Daud, no. 1107. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa hadits ini hasan).
Lihatlah pula contoh sahabat yang mengikuti petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Abu Wa’il berkata,
خَطَبَنَا عَمَّارٌ فَأَبْلَغَ وَأَوْجَزَ فَلَمَّا نَزَلَ قُلْنَا يَا أَبَا الْيَقْظَانِ لَقَدْ أَبْلَغْتَ وَأَوْجَزْتَ فَلَوْ كُنْتَ تَنَفَّسْتَ
‘Ammar pernah berkhutbah di hadapan kami lalu dia menyampaikan (isi khutbahnya) dengan singkat. Tatkala beliau turun (dari mimbar), kami mengatakan, “Wahai Abul Yaqzhan, sungguh engkau telah berkhutbah begitu singkat. Coba kalau engkau sedikit memperlama.”
Kemudian ‘Ammar berkata bahwa ia telah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ طُولَ صَلاَةِ الرَّجُلِ وَقِصَرَ خُطْبَتِهِ مَئِنَّةٌ مِنْ فِقْهِهِ فَأَطِيلُوا الصَّلاَةَ وَأَقْصِرُوا الْخُطْبَةَ فَإِنَّ مِنَ الْبَيَانِ سِحْراً
“Sesungguhnya panjangnya shalat seseorang dan singkatnya khutbah merupakan tanda kefaqihan dirinya (paham akan agama). Maka perlamalah shalat dan buat singkatlah khutbah. Karena penjelasan itu bisa mensihir.” (HR. Muslim, no. 869 dan Ahmad, 4:263. Syaikh Syu’aib Al-Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits ini sahih).
Yang dicontohkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, khutbah dan shalatnya bersifat pertengahan, tidak terlalu panjang dan tidak terlalu pendek. Sebagaimana disebutkan oleh Jabir bin Samurah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata,
كُنْتُ أُصَلِّى مَعَ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فَكَانَتْ صَلاَتُهُ قَصْدًا وَخُطْبَتُهُ قَصْدًا
“Aku pernah shalat bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, ketika itu shalat beliau bersifat pertengahan, begitu pula khutbahnya.” (HR. Muslim, no. 866). Yang dimaksud bersikap pertengahan di sini adalah tidak terlalu panjang dan tidak terlalu singkat. Lihat Al-Bahr Al-Muhith Ats-Tsajaj Syarh Shahih Al-Imam Muslim bin Al-Hajjaj, 17:255.
Khutbah Jumat itu Harus Mudah Dipahami dan Dijiwai
Dari Jabir bin Abdullah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata,
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا خَطَبَ احْمَرَّتْ عَيْنَاهُ وَعَلَا صَوْتُهُ وَاشْتَدَّ غَضَبُهُ حَتَّى كَأَنَّهُ مُنْذِرُ جَيْشٍ يَقُولُ صَبَّحَكُمْ وَمَسَّاكُمْ
”Kebiasaan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam jika berkhutbah, kedua matanya memerah, suaranya lantang, dan tampak marah. Seolah-olah beliau memperingatkan tentara dengan mengatakan, ‘Musuh akan menyerang kamu pada waktu pagi, musuh akan menyerang kamu pada waktu sore.’” (HR. Muslim, no. 867)
Yang dimaksud hadits “tampak mata beliau memerah, suaranya lantang, dan tampak marah” adalah untuk menghilangkan kurang fokusnya hati saat mendengarkan khutbah. Ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyampaikan khutbah, benar-benar terasa keutamaan dan pengaruhnya sehingga jamaah Jumat fokus mendengarkan nasihat. Hadits ini dijadikan dalil bagaimana seorang khatib mesti menyatakan pentingnya isi khutbah yang ingin disampaikan, sehingga suara ketika itu begitu lantang. Nantinya ada jeda yang perlu disesuaikan, ada nasihat untuk memotivasi dan ada nasihat untuk mengingatkan. Adapun maksud tampak marah menunjukkan sangat pentingnya hal yang diingatkan. Lihat bahasan Al-Bahr Al-Muhith Ats-Tsajaj Syarh Shahih Al-Imam Muslim bin Al-Hajjaj, 17:257-258.
Dalam riwayat lain,
وَلَكِنَّهُ كَانَ يَتَكَلَّمُ بِكَلاَمٍ بَيِّنٍ فَصْلٍ, يَحْفَظُهُ مَنْ جَلَسَ إِلَيْهِ
“Tetapi beliau berbicara dengan pembicaraan yang terang dan jelas. Orang yang duduk menghadap beliau akan mudah menghafal perkataan beliau.” (HR. Tirmidzi, no. 3639. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa hadits ini sahih).
Cara menjiwai adalah setiap yang ingin disampaikan, hendaklah diamalkan terlebih dahulu.
Allah Ta’ala berfirman,
أَتَأْمُرُونَ النَّاسَ بِالْبِرِّ وَتَنْسَوْنَ أَنْفُسَكُمْ وَأَنْتُمْ تَتْلُونَ الْكِتَابَ أَفَلَا تَعْقِلُونَ
“Mengapa kamu suruh orang lain (mengerjakan) kebaktian, sedang kamu melupakan diri (kewajiban) mu sendiri, padahal kamu membaca Al Kitab (Taurat)? Maka tidaklah kamu berpikir?” (QS. Al-Baqarah: 44)
Ayat di atas tidaklah menunjukkan bahwa jika seseorang tidak mengamalkan yang ia ilmui berarti ia meninggalkan amar makruf nahi mungkar secara total. Namun, ayat tersebut cuma menunjukkan ketercelaan karena seseorang meninggalkan dua kewajiban. Karena perlu dipahami bahwa manusia memiliki dua kewajiban yaitu memerintahkan (mendakwahi) orang lain dan mengajak pula diri sendiri. Jika seseorang meninggalkan salah satunya, jangan sampai ia meninggalkan yang lainnya. Yang sempurna memang seseorang melakukan kedua-duanya. Jika kedua-duanya ditinggalkan berarti itu kekurangan yang sempurna. Jika hanya menjalankan salah satunya, berarti tidak mencapai derajat pertama (derajat kesempurnaan), namun tidak tercela seperti yang terakhir (derajat ketidaksempurnaan).
Perlu diketahui pula bahwa sifat jiwa tidaklah patuh pada orang yang berkata namun tindakan nyatanya itu berbeda. Manusia akan lebih senang mengikuti orang yang mempraktikkan langsung dibanding dengan orang yang cuma sekadar berucap.
Demikian, penjelasan di atas adalah kutipan dari penjelasan Syaikh As-Sa’di dalam kitab tafsirnya, hal. 38.
Dalam ayat lainnya disebutkan pula,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لِمَ تَقُولُونَ مَا لَا تَفْعَلُونَ () كَبُرَ مَقْتًا عِنْدَ اللَّهِ أَنْ تَقُولُوا مَا لَا تَفْعَلُونَ
“Wahai orang-orang yang beriman, kenapakah kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan.” (QS. Ash Shaff: 2-3)
Belajar dan Bersikap Hikmah Sebelum Menyampaikan Khutbah
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan,
فَلَا بُدَّ مِنْ هَذِهِ الثَّلَاثَةِ : الْعِلْمُ ؛ وَالرِّفْقُ ؛ وَالصَّبْرُ ؛ الْعِلْمُ قَبْلَ الْأَمْرِ وَالنَّهْيُ ؛ وَالرِّفْقُ مَعَهُ وَالصَّبْرُ بَعْدَهُ
“Orang yang ingin beramar ma’ruf nahi mungkar semestinya memiliki tiga bekal yaitu: (1) ilmu, (2) lemah lembut, dan (3) sabar. Ilmu haruslah ada sebelum amar ma’ruf nahi mungkar (di awal). Lemah lembut harus ada ketika ingin beramar ma’ruf nahi mungkar (di tengah-tengah). Sikap sabar harus ada sesudah beramar ma’ruf nahi mungkar (di akhir).” (Majmu’ah Al-Fatawa, 28:137)
Al-Qadhi Abu Ya’la rahimahullah mengatakan,
لَا يَأْمُرُ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَى عَنْ الْمُنْكَرِ إلَّا مَنْ كَانَ فَقِيهًا فِيمَا يَأْمُرُ بِهِ ؛ فَقِيهًا فِيمَا يَنْهَى عَنْهُ ؛ رَفِيقًا فِيمَا يَأْمُرُ بِهِ ؛ رَفِيقًا فِيمَا يَنْهَى عَنْهُ ؛ حَلِيمًا فِيمَا يَأْمُرُ بِهِ حَلِيمًا فِيمَا يَنْهَى عَنْهُ
“Tidaklah seseorang melakukan amar ma’ruf nahi mungkar, melainkan ia haruslah menjadi orang yang berilmu (faqih) pada apa yang ia perintahkan dan apa yang ia larang; ia juga harus bersikap lemah lembut (rafiq) pada apa yang ia perintahkan dan ia larang; ia pun harus bersikap sabar (halim) pada apa yang ia perintahkan dan yang ia larang.” (Majmu’ah Al-Fatawa, 28:137)
Allah Ta’ala memerintahkan untuk berilmu dahulu sebelum beramal. Allah Ta’ala berfirman,
فَاعْلَمْ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَاسْتَغْفِرْ لِذَنْبِكَ
“Maka ilmuilah (ketahuilah)! Bahwasanya tiada sesembahan yang berhak disembah selain Allah dan mohonlah ampunan bagi dosamu.” (QS. Muhammad: 19).
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
سَيَأْتِي عَلَى النَّاسِ سَنَوَاتٌ خَدَّاعَاتُ يُصَدَّقُ فِيهَا الْكَاذِبُ وَيُكَذَّبُ فِيهَا الصَّادِقُ وَيُؤْتَمَنُ فِيهَا الْخَائِنُ وَيُخَوَّنُ فِيهَا الْأَمِينُ وَيَنْطِقُ فِيهَا الرُّوَيْبِضَةُ قِيلَ وَمَا الرُّوَيْبِضَةُ قَالَ الرَّجُلُ التَّافِهُ فِي أَمْرِ الْعَامَّةِ
“Tahun-tahun yang penuh dengan penipuan akan datang di tengah-tengah manusia. Ketika itu, pendusta dibenarkan, sedangkan orang yang jujur malah didustakan. Pengkhianat dipercaya, sedangkan orang yang amanah justru dianggap sebagai pengkhianat. Pada saat itu Ruwaibidhah berbicara.” Ada yang bertanya, “Apa yang dimaksud Ruwaibidhah?” Beliau menjawab, “Orang bodoh yang turut campur dalam urusan masyarakat luas.” (HR. Ibnu Majah, no. 4036 dan Ahmad, 2:291. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa hadits ini hasan).
Mu’adz bin Jabal radhiyallahu ‘anhu berkata,
العِلْمُ إِمَامُ العَمَلِ وَالعَمَلُ تَابِعُهُ
“Ilmu adalah pemimpin amal dan amalan itu berada di belakang setelah adanya ilmu.” (Majmu’ah Al-Fatawa, 28:136)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan, “Jika seseorang membekali dirinya dengan ilmu, maka itu akan membuat lebih cepat mengantarkan kepada tujuan.” (Majmu’ah Al-Fatawa, 28:137)
Kita diperintahkan untuk bersikap hikmah sebagaimana dalam ayat,
ادْعُ إِلَى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ
“Serulah (manusia) kepada jalan Rabbmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik.” (QS. An-Nahl: 125)
Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata,
جَاءَ أَعْرَابِىٌّ فَبَالَ فِى طَائِفَةِ الْمَسْجِدِ ، فَزَجَرَهُ النَّاسُ ، فَنَهَاهُمُ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – ، فَلَمَّا قَضَى بَوْلَهُ أَمَرَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – بِذَنُوبٍ مِنْ مَاءٍ ، فَأُهْرِيقَ عَلَيْهِ
Ada seorang Arab Badui pernah memasuki masjid, lantas dia kencing di salah satu sisi masjid. Lalu para sahabat menghardiknya. Namun Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang tindakan para sahabat tersebut. Tatkala orang tadi telah menyelesaikan hajatnya, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas memerintah para sahabat untuk mengambil air, kemudian bekas kencing itu pun disirami. (HR. Bukhari, no. 221 dan Muslim, no. 284)
Di antara pengertian hikmah adalah menempatkan sesuatu pada tempatnya yang layak. Sikap hikmah berarti berbicara sesuai pada tempatnya. Saat waktu berbicara keras, maka berbicaralah keras. Saat waktu berbicara lemah lembut, maka berbicaralah lemah lembut. Lihat At-Tashiil li Ta’wil At-Tanzil Tafsir Al-‘Ankabut, Ar-Ruum, Luqman, As-Sajdah fii Sual wa Jawab, hlm. 315-316.
Tips Khutbah Jumat 15 Menit Paling Berkesan
Sebelum naik mimbar
- Niat karena Allah
- Persiapan fisik, pakaian, dan mental
- Persiapan ilmu dan materi
- Materi sebisa mungkin disusun dengan memperhatikan kondisi umat. Jika saat ini, masa perayaan non-muslim, bisa diingatkan kaum muslimin tidak perlu ikut serta dan tidak perlu mengganggu. Jika mau dekat puasa Arafah, diingatkan tentang puasa sunnah tersebut.
- Materi disusun secara lengkap, tetapi singkat. Lalu dibaca berulang kali untuk memahami materi.
- Materi dibuat poin demi poin untuk menunjukkan garis besarnya.
- Mencoba membaca materi dengan timer, usahakan khutbah berdurasi sekitar 10-15 menit.
- Jika materi terlalu panjang, hendaklah dipotong dan diedit.
Saat di mimbar
- Senyum ikhlas.
- Pahami materi 100%, bisa cukup menghafal dalil-dalil penting, walau masih diperkenankan melihat teks cukup pada poin-poin penting saja.
- Khusus khutbah Jumat, sampaikan dengan lantang. Jangan sampai berkhutbah dengan suara pelan, yang menunjukkan tidak semangat, sehingga membuat jamaah tambah kantuk.
- Jangan terlalu panjang. Durasi khutbah maksimal yang bisa membuat otak jammaah mendapatkan ilmu adalah antara 10-15 menit, ditambah doa penutup sekitar 2-3 menit. Lebih dari waktu itu, jamaah sudah tidak fokus.
- Gunakan gestur yang dinamis, tetapi tetap wajar dan natural.
- Gunakan suara yang dinamis, tidak monoton dengan intonasi yang sesuai. Itulah kenapa, khatib harus paham benar materi yang mau disampaikan.
Jamaah Jangan Sampai Tidur Saat Mendengar Khutbah Jumat
Ibnu ‘Aun, dari Ibnu Sirin berkata,
كانوا يكرهون النوم والإمام يخطب ويقولون فيه قولا شديدا.
“Mereka (para sahabat) membenci orang yang tidur ketika imam sedang berkhutbah. Mereka mencela dengan celaan yang keras.”
Ibnu ‘Aun mengatakan,
ثم لقيني بعد ذلك فقال: تدري ما يقولون؟ قال: يقولون مثلهم كمثل سرية أخفقوا
“Saya bertemu lagi dengan Ibnu Sirin. Beliau pun bertanya, “Apa komentar sahabat tentang mereka?” Ibnu Sirin mengatakan, “Mereka (para sahabat) berkata, orang semisal mereka (yang tidur ketika mendengarkan khutbah) seperti pasukan perang yang gagal, tidak menang dan tidak mendapatkan ghanimah (harta rampasan perang).” Lihat Tafsir Al-Qurthubi.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memberi nasihat bagi yang mengalami kantuk saat mendengar khutbah yaitu berpindah tempat. Dari Samurah bin Jundub radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا نَعَسَ أَحَدُكُمْ يَوْمَ الْجُمُعَةِ فَلْيَتَحَوَّلْ إِلَى مَقْعَدِ صَاحِبِهِ وَيَتَحَوَّلْ صَاحِبُهُ إِلَى مَقْعَدِهِ
“Jika salah seorang di antara kalian mengantuk pada hari Jumat (mendengar khutbah Jumat), hendaklah ia berpindah tempat ke tempat temannya, dan temannya menduduki tempat duduknya.” (HR. Al-Baihaqi dalam Sunan Al-Kubra, 3:238)
Semoga bermanfaat.
—
Sabtu pagi di Darush Sholihin, 26 Rabi’uts Tsani 1442 H, 12 Desember 2020
Artikel Rumaysho.Com
Silakan unduh PDF “Tips Khutbah Jumat 15 Menit Paling Berkesan”: